“bersikaplah dewasa!”
Teriakan itu menghentikanku berlari. Terengah engah dan
berusaha mengisi rongga paru paruku dengan banyak oksigen agar proses
glikolisis tetap berjalan untuk memenuhi energiku. Langkah itu semakin dekat
menghampiriku. Menggenggam tangan kananku. Menariknya dan ..
“plakk!!”
Ia membelalakkan matanya. gadis itu menambah memar di
pinggiran bibirku dengan kukunya. Anyir. Mungkin ini rasa darah,batinku. Ia
meremas lenganku,dengan kasar ia ia membentur-benturkan dahi nya dan mulai
menangis.
“ Bersikaplah dewasa. Bersikaplah seperti seorang pria. tenanglah.”
Teriaknya lagi.
Tangan ini bergerak sendiri memeluk pinggang dan leher gadis
itu. Semakin merekatkan pada tubuhku. Membagi kehangatan di tumpukan salju yang
mulai menutupi sebagian tubuh kami. Berbagi oksigen dengan pernafasan sirkuler.
Saling berkelit hingga terasa seperti tak ingin terpisahkan. Cairan saliva
memisahkan kami. Aku memandangnya. Mata itu, berwarna abu-abu yang berkilauan. Hidungnya
memerah karena semakin dingin. Dahinya menempel pada dahiku. aku masih menangis
seperti anak kecil. Terisak isak seperti anak yang tersesat.
“kau mau aku bersikap dewasa?” tanyaku perlahan.
***
“apa benar benar pengakuan dosa ini dilakukan didepan api
unggun dengan semua siswa yang masih berkumpul seperti ini?” tanyaKu ragu. Mataku
berkeliling seperti mewaspadai sesuatu. Tidak, ia mencari seseorang.
“yoi,bro~ disini cukup ramai. Mereka tak akan
memperhatikanmu.” Subaru merangkul pundakku untuk memeperkuat keyakinan ku
sebagai sahabatnya.
“emm.. sou ka.” aku menunduk lagi.
“dosa apa itu? Apa kau pernah melakukan suatu hal yang
mesum?hahahaha” tawa Subbaru meledak seketika.
“sayangnya itu benar.” Jawabku lirih. Kemudian ia melangkah
menauhi Subaru dan semakin mendekati api unggun.
Aku mendekatkan ke api. Merasakan hangatnya. Bunkasai musim
panas ini harus bisa membakar semua dosa dosaku. Dosanya malam itu bersama Nana.
Nana. Pelacur yang membodohiku. Yang menjadikan aku jatuh cinta, dan
menyampakkanku begitu saja. Pelacur yang tidak kan pernah membiarkan hidupku
tenang. Bahkan tersenyumpun amat sulit. Yamamoto Nana. Ia selalu berkata
mencintaiku tapi tak pernah berhenti untuk tidur dengan pria lain yang
mentraktirnya makan. Ia selalu menghabiskan sisa hidupnya dengan babak belur. Dia
sangat bodoh. Ia selalu memegang tanganku, menggenggamnya hangat lalu menarikku
mengikuti permainannya. Mengatakan setiap malam bersamaku adalah malam yang
indah,tapi tak pernah berhenti untuk tidak melayani pria lain selain aku. Ia
selalu menangis padaku, meninggalkan jejak basah didadaku. Merembuat kusut
bajuku karena ia memelukku, meremas bajuku dengan ledakan amarahnya. Yamamoto
Nana, pelacur yang tak pernah sadar bahwa ada pria yang benar benar
mencintainya seumur hidupnya.
“Haru…Haaaruu?’
“eh..”
“kau ,, kau berkeringat… kau terlalu dekat dengan api.”
Tangan kecil itu
menarikku mejauh dari api. Memberikanku kehangatan yang lain. Membuatku tak
berdaya. Iya. Tak berdaya. Lututku melemah dan tak sanggup berdiri lagi.
“Haru.. !” teriak Tachibana. Ia membawaku dalam pelukannya. Pelukan
yang hangat di musim panas.
“jika ada yang menyakitimu,aku akan datang menyelamatkanmu. Seperti
saat ini, saat kau jatuh. Aku akan bersamamu. Mendekapmu dan menuntunmu dengan
caraku.”
“Tachibana.. selamatkan aku. Selamatkan aku.” Teriakku dalam
pelukannya.
Semenjak malam itu, aku dan Tachibana resmi berpacaran. Kita
selalu pulang sekolah bersama. Aku selalu mengantarnya hingga halte bus. Kadang
kita mampir untuk membeli roti daging kukus, kroket, atau mampir kesalah satu
restoran makanan cepat saji. Setiap
sabtu kita juga berkencan. Nonton film, ke planetarium, ke kebun binatan kecil
(isinya bayi binatang saja),bahkan kita menghabiskan malam dengan bercerita
masa kecil kita sambil berpelukan hingga pagi. Dia berbeda. Tidak pernah
memperbolehkan aku menyentuhnya. Tak seperti Nana. Pelacur. Yang tidak sadar
betapa aku mencintainya lebih dari Tachibana hingga saat ini.
Tepat di hari ‘satu tahun’ kebersamaan kami, aku ingin
sekali mengajaknya ke pantai. Aku ingin memanjakannya. Membahagiakannya. Membalas
budi atas semua cinta yang selama ini tulus dia berikan padaku. Aku akan
menggendongnya disepanjang pinggiran pantai. Memeluknya saat ombak menghantam. Bahkan
aku sangat bersedia tenggelam untuk menyelamatkannya dari segala bahaya yang
ada. Aku telah menyiapkan minuman minuman buah segar dalam kotak pendingin
kecil milik ibu yang ku pinjam. Aku membawa sun block agar dia tidak terbakar
teriknya matahari. Aku seperti seorang ibu yang pertamakali membawa anaknya
berlibur. Memalukan. Aku sangat berlebihan. Aku bahkan tidak bisa tidur
semalam. Bahkan aku sempat panic baju apa yang pantas aku gunakan hari ini.
Aku berjalan sambil memikirkan apa yang akan dipakai Tachibana.
Apa kah dia memakain waju yang senada denganku, apa dia akan memelukku saat
kita bertemu. Atau dia hanya tersenyum simpul sambil memandangiku.
‘sebentar lagi sampai’ batinku. Aku bukan lagi berjalan. Tapi
berlari. Berlari untuk segera menemui Tachibana.
“plak”
Aku membelalakkan mata melihat Tachibana memegang pipinya
sambil terkejut memandangi seseorang yang sepertinya ku kenal.
“Nana!”
“Haru-kun… siapa gadis jalang yang sedang kau kencani ini.
lihatlah.. apa bagusnya dia! Mukanya seperti bayi, dadanya rata. Bajunya tidak
modis. Dan lihatlah..ayo lihatlah. Gadismu buruk sekali!” Nana menarik kalung Tachibana
yang berliontin daun berwarna merah keemasan.
“apa maksudmu! Jangan ganggu dia!” teriakku.
“Haruu-kun, apa gadis ini tidak tahu siapa aku? Apa gadis
ini tidak tahu siapa yang memelukmu setiap malam? Apa gadis ini tidak tahu
siapa yang sangat kau cintai?” teriak Nana lagi didepan Tachibana.
“Haru-kun. . apa kau masih berhubungan dengannya?” tanya
tachibana pilu.
“apa ini hadiah satu tahun kita bersama” tanya nya lagi.
“Haru.. apa kau mencintai gadis ini?” tachibana mendekat,
menemas gulungan kemeja disikuku. Wajahnya mengerikan. Pucat. Penuh kegelisahan.
Aku melihat Nana. Dia tersenyum. Tersenyum dengan lebarnya.
“aku berjanji tidak akan melepaskanmu sampai kapanpun,Haru” suara
Nana setahun yang lalu kembali menggema di otakku. Berputas putar menghasut
alam bawah sadarku. Aku memang masih menghubungi Nana. Aku memang masih
mencintainya. Tapi aku tidak tidur dengannya. Aku tidak mengkhianati Tachibana.
Aku hanya tidak mengatakan yang sejujurnya.
“HARU..! JAWAB GADIS JALANG INI SIAPA AKU. JANGAN JADI
SEORANG PENGECUT” Nana berteriak kencang hingga seluruh mata yang melintas
tertarik melihat kami. Seperti itu gambaranku. Manusia memang tertarik akan
masalah orang lain tanpa membantu menyelesaikannya.
“Ta..Tachibana-san..” sial. Aku kelu.
“aku..memang masih mencintai Nana, aku berhubungan dnegannya.
Te..tet.. tapi aku tidak…”
“CUKUP! Aku pulang”
Tachibana berjalan
meninggalkanku dan Nana. Aku un tak bisa melakukan apapun. Mengejarnya hanya
sia sia. Ia akan membenciku. Sangat membenciku. Nana memelukku. Mendekapku erat
dan menyeretku mengikuti langkahnhya. Entah apa lagi yang akan dia lakukan
dalam hidupku. Aku tetap mengikutinya.
Setelah kejadian itu, Tachibana mendiamkanku. Mencampakkanku.
Bahkan ia enggan melihatku. Dia tidak pernah mau berurusan denganku lagi. Merasa
bersalah padanya. Aku sangat mencintai Nana. Entah mengapa bodoh sekali aku
saat ada Nana disampingku. Hari hari selanjutnya, Nana juga mulai
meninggalkanku. Ia kembali bermain dengan banyak pria. Berdansa ditengah malam
dan kembali saat matahari mulai muncul. Ia mulai berani mabuk. Pelacur. Bahkan aku
menyalahkan diriku sendiri saat aku tahu Nana melakukan hal itu. Seperti semua
ini salahku tidak bisa menemani Nana hingga ia harus ditemani pria lain untuk
membahagiakannya.
“jika ada yang menyakitimu,aku akan datang menyelamatkanmu. Seperti
saat ini, saat kau jatuh. Aku akan bersamamu. Mendekapmu dan menuntunmu dengan
caraku.”
“Tachibana Mei, masihkah ada kesempatan kedua”
***
Gadis itu mengangguk lembut. Menatapku dengan begitu hangat.mata
itu membuatku berjanji. Hanya dia yang begitu aku cintai selama ini. Bukan
pelacur itu. Aku sadar aku hanya membutuhkan Nana untuk nafsuku. Nana yang
mengajari aku menjadi lelaki brengsek. Tapi Tachibana merubahku menjadi seorang
pria.Tachibana mei, seseorang yang datang padaku, membenarkan kembali jalanku. Mengembalikanku
kearah yang benar. Menyanggaku setiap kali aku jatuh pada Nana. Membela harga
diriku didepan Nana. Bahkan aku tau betapa bodohnya kenapa setahun saat aku
berpacaran dengan Tachibana aku masih menghubungi Nana. Aku begitu bodoh dan
mesum.
Tachibana begitu baik, memaafkanku setelah 3 minggu kita tak
saling bicara. aku menembaknya lagi. Aku menginginkan dia kembali. Tapi Tachibana
hanya berkata,’ jalani saja apapun yang bisa kita hadapi didepan. Jangan berjanji.’
Aku tau aku tak kan termaafkan. Dan saat aku benar benar baik dengan Tachibana.
Nana kembali. Kali ini Tachibana yang membela ku. Ia membuatku menegaskan
perasaanku. Menuntunku untuk memilih. Tapi bibir ini tidak berhenti meneriakkan
nama Nana. Nana kembali tersenyum. Entah kenapa aku hanya bisa lari dan
melarikan diri seperti seorang pengecut. Tachibana mengejarku. Menarikku. Meneriakiku. Mencakarku. Menamparku berulang
ulang.hingga aku sadar aku ada dalam peluknya. Hangat. Hingga aku lupa,ini
bukan musim panas, ini bukan akhir bunkasai 2 tahun lalu. Dan ini bukan pertama
kali aku merasakan wangi vanilla di bahunya.
“Tachibana mei, menikahlah dengan ku”
NB: gomen.. pake nama bermacam macam chara. Dan hampir
menyerupai kebuntuanku. Ah sudahlah~ maafkan bila ini tidak bagus mengganggu
atau semacamnya. Aku hanya buntu :” .kritik dan sarannya yah. Makasih makasihh
/bow